Minggu, 15 April 2012

Ekaristi: Puncak Hidup Keluarga Katolik

Perayaan Ekaristi ternyata sarat dengan makna yang dasarnya adalah perayaan iman. Iman kepada Kristus Allah Sang Juru Selamat. "Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku", demikian perintah Yesus dalam perjamuan agung. Dan itulah yang selalu kita kenang dalam iman, sekaligus meneguhkan iman dan kebersatuan kita bersama saudara-saudara seiman dalam Yesus Kristus.

Rm. Wanta ketika menyampaikan "Refleksi Bersama: 
Ekaristi Puncak Hidup Keluarga Katolik", Minggu(15/4)
Sentralnya peranan Ekaristi dalam hidup orang-orang Katolik mengharuskan kita, setiap umat, mengetahui secara jelas dan pasti apa dan bagaimana seharusnya perayaan itu dilaksanakan sehingga seluruh makna bisa dipahami dan segenap rahmatnya bisa dirasakan secara nyata. Untuk itulah Seksi Keluarga di bawah Bidang Aksi Kemasyarakatan (BAK) Dewan Pastoral Paroki (DPP) Kulibul mengundang Romo Dominikus Bagus Kusumawanta, Pr untuk berbicara seputar Ekaristi dan Keluarga.

Acara diselenggarakan pada hari Minggu (15/4) di Aula Bale Kencana Paroki Santo Paulus Kulibul. Yang diundang adalah keluarga-keluarga Katolik, terutama pasangan suami isteri. Menurut Ketua BAK Pius Wayan Lingga Arnatha ada  sekitar 100 pasang suami istri yang diundang atau 200 orang. Dan ternyata yang menyempatkan diri untuk menghadiri sarasehan  sekitar 150 orang. Jumlah yang tidak sedikit. Oleh karena itu Pastor Paroki Rm. Yohanes Martanto, Pr. ketika menyampaikan sapaan kasih menyampaikan apresiasi dan kegembiraan beliau karena acara yang penting ini ditanggapi dengan sangat positif oleh umat terbukti yang hadir sangat  banyak. "Ini adalah salah satu program unggulan yang dibuat oleh Seksi Keluarga", papar Romo Tanto. Melalui acara ini diharapkan kita, terutama keluarga-keluarga dapat memahami dengan lebih baik Ekaristi yang selalu kita rayakan. Dan melalui keluarga-keluarga pula, iman yang kita rayakan dalam perayaan Ekaristi bisa ditumbuhmantapkan.

"Kebersamaan, kebersekutuan menjadi ciri penting perayaan Ekaristi. Oleh karena itu kita patut bersyukur sebagai anggota Gereja Katolik bahwa dalam perayaan Ekaristi satu keluarga, ayah, ibu, anak-anak, bisa duduk bareng", papar Rm. Wanta membuka pemaparannya. Kehadiran kita tidak dibedakan oleh Tuhan misalnya berdasarkan jender, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Kita semua sama. Selanjutnya kita semua yang hadir dari berbagai latar belakang itu dipersatukan dan bersekutu bersama Kristus dalam perjamuanNya.

Oleh karena itu, papar Romo Wanta, Gereja menata sedemikian rupa perayaan Ekaristi dalam sebuah tata perayaan sehingga setiap kita yang telibat di dalamnya mengerti, memahami dan menyelami dengan baik makna dan nilai setiap "kegiatan" di dalam perayaan itu sendiri. Dibuka dengan Ritus Pembukaan, kemudian Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi dan Ritus Penutup. Setiap bagian/ritus dalam perayaan Ekaristi sarat dengan makna yang harus selalu dibaca dalam terang kaca mata iman, sementara logika harus dituntun oleh terang iman itu sendiri.

Ekaristi merupakan sumber dan puncak iman Katolik sehingga umat mampu "diutus" dan "berbagi". Ekaristi bukanlah sekadar peryaan liturgi di dalam gereja saja melainkan suatu perayaan hidup bila umat mengikuti teladan Yesus.

Ada tiga daya Ekaristi atau roti yang menghidupkan dalam hidup harian kita. Pertama, dengan menghadiri perayaan Ekaristi setidak-tidaknya setiap minggu diharapkan iman akan Yesus Kristus semakin berakar. Iman yang didasari oleh pemahaman penuh akan kokoh menghadapi bujukan dari luar. Kedua, Ekaristi yang mempersatukan seluruh umat sebagai anggota Tubuh Mistik kristus akan semakin menumbuhkan persaudaraan sejati. Semua orang merayakan keselamatan di dalam Ekaristi sehingga tidak ada perbedaan kaya-miskin, pandai-bodoh, berpendidikan-tidak berpendidikan, suku, ras, maupun golongan. Ketiga, sesudah menerima Roti Hidup, umat DIUTUS untuk berbuah dalam karya pelayanan kasih di masyarakat. Menjadi 100% orang Katolik, 100% orang Bali, 100% orang Flores, dsb....dan 100% orang Indonesia.

Menggali dan mendalami Ekaristi secara penuh tidak mungkin hanya dengan mendiskusikannya selama dua jam. Namun waktu yang dua jam disediakan oleh panitia seperti kurang karena dinamika diskusi sangat hidup. Peserta seperti begitu "haus" untuk menimba nilai dan makna Ekaristi yang benar-benar hidup dan menghidupkan. Berbagai pertanyaan dijawab oleh Romo Wanta dengan baik sehingga penasaran umat mendapat cukup jawaban. Tentu diharapkan ini bisa disampaikan dan lebih-lebih dilakanakan secara terus menerus sehingga kekuatan Ekaristi benar-benar memancara dari keseharian umat.

Kehadiran Romo Wanta, terutama apa yang disampaikan seputar Ekaristi sangat bermanfaat bagi umat Paroki Santo Paulus Kulibul. Akhirnya atas "kekuasaan" regim waktu, pertemuan pun diakhiri sekitar pukul 19:30 Wita. Romo Wanta yang juga pagi harinya berkenan memimpin perayaan Ekaristi di gereja Kulibul akhirnya harus kembali ke tempat beliau bertugas di KWI Jakarta. Terima kasih Romo Wanta.***

1 komentar:

  1. Selamat...
    semoga ini awal pemahaman EKARISTI sebagai pusat kehidupan keluarga katolik. Amin

    BalasHapus

Terima kasih, komentar Anda akan sangat berguna bagi kami.