Selasa, 24 April 2012

Merencanakan, Melaksanakan, Mengevaluasi

Hari Selasa (24/4/2012) Panitia Pembangunan Kapela Gembala Baik menyelenggarakan pertemuan lagi. Ini pertemuan pertama setelah Paskah. "Lagi"? Ya....lagi dan lagi. Mau tidak mau harus demikian, sehingga segala sesuatunya diharapkan berangkat selalu direncanakan, dikerjakan dan dievaluasi berdasarkan persepsi dan kriteria yang sama.

Sekretaris Panitia Wy. Sujana (membelakangi lensa) 
memimpin rapat (Selasa, 24/4/2012)
Setelah pengatapan rampung, lalu penembokan dan kemudian penambahan dua blok ke depan. Penambahan ini dimaksudkan agar bangunan Kapela diharapkan cukup representatif sementara dari segi "tampak" tetap enak dilihat dan masih artistik.

Rapat yang dihadiri oleh beberapa orang Panitia dan Romo Paroki Rm Yohanes Martanto, Pr. - maaf, memang agak susah rapat dihadiri oleh 100% Panitia - mengagendakan beberapa informasi dan rencana yang hendak dilaksanakan ke depan.

Pengawas yang diwakili oleh Bapak Alit Sunarsa menyampaikan bahwa pengerjaan penembokan dan rencana penambahan dua blok ke depan yang dikerjakan oleh CV. Christina telah berjalan cukup baik. Jika dilihat dari pekerjaan yang sudah dilaksanakan dan jangka waktu yang telah disepakati, bisa dipastikan bahwa penembokan dan penambahan dua blok ke depan itu bisa diselesaikan pada waktunya. "Tidak ada masalah dalam pengerjaan. Lancar dan sesuai dengan kesepakatan", papar Bapak Alit yang juga adalah Ketua DPP Santo Paulus Kulibul menjelaskan.

Selanjutnya, rapat kemudian memutuskan bahwa pilar akan ditempel menggunakan bata, tidak diplester sebagaimana rencana. Pasalnya, fisik pilar yang ada -- yang ternyata tidak lurus betul dan besar-besar -- kalau diplester akan sangat gemuk dan tidak bagus dari segi artistik.

Pastor Paroki Rm Martanto (paling dekat lensa)
menghadiri Rapat Panitia (Selasa, 24/4/20120)
Keputusan lain adalah rencana "ngamen" dalam rangka penggalian dana. Ini karena masih banyak dana yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pembangunan Kapela. Menurut rencana Romo Paroki bersama Koor Paroki "Cantamus" akan "ngamen" ke beberapa Paroki di Dekenat Bali Timur. Ada sekitar 8 (delapan) Paroki yang akan disambangi, mulai dari Paroki Roh Kudus Tuka, Katedral, Kepundung, Monang-Maning, Gereja Emanuel, Paroki F.X Kuta, Maria Bunda Segala Bangsa Nusa Dua dan Paroki Gianyar. Kapan? Romo akan menyusun jadwal yang memungkinkan untuk beliau dan koor Cantamus memberikan pelayanan di paroki-paroki bersangkutan. Untuk memantapkan rencana tersebut, hari Kamis (26/4/2012) akan diadakan pertemuan lagi khususnya dengan Sie Penggalian Dana, lalu koordinator Koor Cantamus.

Kegiatan penggalian dana yang lain, masih dalam bentuk "ngamen" begitu, direncanakan Romo akan memberikan pelayanan misa di Jakarta, antara lain di Martha Tilaar, lalu Kompas Gramedia dan BSD Serpong.

Ada kemauan pasti ada jalan. Apalagi rencana yang dibuat bukanlah suatu rencana yang "jahat" melainkan untuk sebuah visi Paroki Kulibul ke depan. Semoga segala sesuatunya berjalan dengan baik. ***

Minggu, 15 April 2012

Ekaristi: Puncak Hidup Keluarga Katolik

Perayaan Ekaristi ternyata sarat dengan makna yang dasarnya adalah perayaan iman. Iman kepada Kristus Allah Sang Juru Selamat. "Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku", demikian perintah Yesus dalam perjamuan agung. Dan itulah yang selalu kita kenang dalam iman, sekaligus meneguhkan iman dan kebersatuan kita bersama saudara-saudara seiman dalam Yesus Kristus.

Rm. Wanta ketika menyampaikan "Refleksi Bersama: 
Ekaristi Puncak Hidup Keluarga Katolik", Minggu(15/4)
Sentralnya peranan Ekaristi dalam hidup orang-orang Katolik mengharuskan kita, setiap umat, mengetahui secara jelas dan pasti apa dan bagaimana seharusnya perayaan itu dilaksanakan sehingga seluruh makna bisa dipahami dan segenap rahmatnya bisa dirasakan secara nyata. Untuk itulah Seksi Keluarga di bawah Bidang Aksi Kemasyarakatan (BAK) Dewan Pastoral Paroki (DPP) Kulibul mengundang Romo Dominikus Bagus Kusumawanta, Pr untuk berbicara seputar Ekaristi dan Keluarga.

Acara diselenggarakan pada hari Minggu (15/4) di Aula Bale Kencana Paroki Santo Paulus Kulibul. Yang diundang adalah keluarga-keluarga Katolik, terutama pasangan suami isteri. Menurut Ketua BAK Pius Wayan Lingga Arnatha ada  sekitar 100 pasang suami istri yang diundang atau 200 orang. Dan ternyata yang menyempatkan diri untuk menghadiri sarasehan  sekitar 150 orang. Jumlah yang tidak sedikit. Oleh karena itu Pastor Paroki Rm. Yohanes Martanto, Pr. ketika menyampaikan sapaan kasih menyampaikan apresiasi dan kegembiraan beliau karena acara yang penting ini ditanggapi dengan sangat positif oleh umat terbukti yang hadir sangat  banyak. "Ini adalah salah satu program unggulan yang dibuat oleh Seksi Keluarga", papar Romo Tanto. Melalui acara ini diharapkan kita, terutama keluarga-keluarga dapat memahami dengan lebih baik Ekaristi yang selalu kita rayakan. Dan melalui keluarga-keluarga pula, iman yang kita rayakan dalam perayaan Ekaristi bisa ditumbuhmantapkan.

"Kebersamaan, kebersekutuan menjadi ciri penting perayaan Ekaristi. Oleh karena itu kita patut bersyukur sebagai anggota Gereja Katolik bahwa dalam perayaan Ekaristi satu keluarga, ayah, ibu, anak-anak, bisa duduk bareng", papar Rm. Wanta membuka pemaparannya. Kehadiran kita tidak dibedakan oleh Tuhan misalnya berdasarkan jender, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Kita semua sama. Selanjutnya kita semua yang hadir dari berbagai latar belakang itu dipersatukan dan bersekutu bersama Kristus dalam perjamuanNya.

Oleh karena itu, papar Romo Wanta, Gereja menata sedemikian rupa perayaan Ekaristi dalam sebuah tata perayaan sehingga setiap kita yang telibat di dalamnya mengerti, memahami dan menyelami dengan baik makna dan nilai setiap "kegiatan" di dalam perayaan itu sendiri. Dibuka dengan Ritus Pembukaan, kemudian Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi dan Ritus Penutup. Setiap bagian/ritus dalam perayaan Ekaristi sarat dengan makna yang harus selalu dibaca dalam terang kaca mata iman, sementara logika harus dituntun oleh terang iman itu sendiri.

Ekaristi merupakan sumber dan puncak iman Katolik sehingga umat mampu "diutus" dan "berbagi". Ekaristi bukanlah sekadar peryaan liturgi di dalam gereja saja melainkan suatu perayaan hidup bila umat mengikuti teladan Yesus.

Ada tiga daya Ekaristi atau roti yang menghidupkan dalam hidup harian kita. Pertama, dengan menghadiri perayaan Ekaristi setidak-tidaknya setiap minggu diharapkan iman akan Yesus Kristus semakin berakar. Iman yang didasari oleh pemahaman penuh akan kokoh menghadapi bujukan dari luar. Kedua, Ekaristi yang mempersatukan seluruh umat sebagai anggota Tubuh Mistik kristus akan semakin menumbuhkan persaudaraan sejati. Semua orang merayakan keselamatan di dalam Ekaristi sehingga tidak ada perbedaan kaya-miskin, pandai-bodoh, berpendidikan-tidak berpendidikan, suku, ras, maupun golongan. Ketiga, sesudah menerima Roti Hidup, umat DIUTUS untuk berbuah dalam karya pelayanan kasih di masyarakat. Menjadi 100% orang Katolik, 100% orang Bali, 100% orang Flores, dsb....dan 100% orang Indonesia.

Menggali dan mendalami Ekaristi secara penuh tidak mungkin hanya dengan mendiskusikannya selama dua jam. Namun waktu yang dua jam disediakan oleh panitia seperti kurang karena dinamika diskusi sangat hidup. Peserta seperti begitu "haus" untuk menimba nilai dan makna Ekaristi yang benar-benar hidup dan menghidupkan. Berbagai pertanyaan dijawab oleh Romo Wanta dengan baik sehingga penasaran umat mendapat cukup jawaban. Tentu diharapkan ini bisa disampaikan dan lebih-lebih dilakanakan secara terus menerus sehingga kekuatan Ekaristi benar-benar memancara dari keseharian umat.

Kehadiran Romo Wanta, terutama apa yang disampaikan seputar Ekaristi sangat bermanfaat bagi umat Paroki Santo Paulus Kulibul. Akhirnya atas "kekuasaan" regim waktu, pertemuan pun diakhiri sekitar pukul 19:30 Wita. Romo Wanta yang juga pagi harinya berkenan memimpin perayaan Ekaristi di gereja Kulibul akhirnya harus kembali ke tempat beliau bertugas di KWI Jakarta. Terima kasih Romo Wanta.***

Senin, 09 April 2012

Prosesi Minggu Palma

Perayaan Minggu Palma mengawali Pekan Suci dalam rangka Paskah 2012 diselenggarakan dengan cukup meriah di Paroki Kulibul, bahkan kalau boleh dikatakan istimewa.


Pada hari yang istimewa itu, umat disarankan mengenakan pakaian adat, ya....pakaian daerah. Artinya umat Kulibul yang memang terdiri dari berbagai suku itu bisa mengenakan pakaian daerah masing-masing. Maka semarak pakaian daerah pun tidak hanya didominasi oleh mereka yang mengenakan pakaian daerah Bali, tetapi ada juga yang mengenakan pakaian daerah Flores. Hanya sedikit yang tidak peduli, tetap menggunakan pakaian "konvensional".  Ini memang tidak menyangkut keimanan melainkan lebih sebagai identitas komunitas yang telah Tuhan hadirkan dengan sangat luar biasa. Sama seperti setiap orang mengenakan nama diri masing-masing lengkap dengan sifat dan karakter pribadinya sehingga orang bisa mengenali bahwa si A misalnya adalah seperti X. Mengenal jati diri akan memberi peluang yang lebih besar mengembangkan dan mengarahkan diri sendiri pada arah yang ingin dituju dalam konteks sosial. Lho....kok jadi ngelantur.

Kembali ke perayaan Minggu Palma itu. Upacara dimulai pada pukul 8:00. Diawali dengan ibadat pemberkatan daun palma di Pastoran Kulibul. Kemudian dilanjutkan dengan perarakan dari Pastoran menuju gereja. Ga jauh amat, sekitar 150 meter. Di kanan kiri jalan telah dipasang "penjor tunggul" yang khas Bali sehingga suasana meriah semakin tampak. Lebih dari itu, instrumen musik Bali, baleganjur mengiringi prosesi yang dipimpin oleh pastor paroki sendiri Romo Yohanes Martanto, Pr. Meriah....sungguh meriah. Sebuah perayaan iman yang sarat dengan nilai-nilai dan keutamaan lokal. Satu kesadaran yang coba dibangun bahwa Gereja memang tidak bisa lepas dan tercerabut dari akar nilai-nilai setempat, justru karena pendukung utama Gereja, yang dipanggil dan dihimpun oleh Kristus adalah manusia-manusia yang dihadirkan oleh BapaNYA sendiri dengan "habitat"nya masing-masing. Maka, apakah manusia-manusia Katolik yang tunduk dan harus berjalan di atas ajaran para Pemimpin Gereja harus mengingkari karakteristik tak terbantah ini dan berkelit dengan pembelaan bahwa Gereja itu adalah "Satu"? Tampaknya hipokrit. Weleh weleh weleh ngelantur lagi.

Prosesi mengenang bagaimana Yesus disambut dan dielu-elukan di Yerusalem berjalan dengan lancar dan tertib. Ini  tentu didukung oleh kerja sama yang baik dari seluruh petugas keamanan, baik dari Kepolisian, para Pecalang dan petugas keamanan intern Paroki. Beberapa saat jalur utama Aseman - Dalung di depan gereja memang macet. Namun toleransi yang ditunjukkan oleh masyarakat pengguna jalan dan masyarakat sekitar adalah nilai keuatamaan lainnya yang dimiliki dan diwujudkan oleh masyarakat umum dan masyarakat Bali khususnya.

Terima kasih untuk semuanya, untuk semua kebaikan yang dihadirkan dan dibagikan sehingga umat Paroki Kulibul boleh menerima anugerah kasih yang sangat menenteramkan untuk melaksanakan perayaan Minggu Palma dengan khusuk dalam terang iman.***